Sabtu, 07 Maret 2015

Pikatan Pertama JOGJA

HUPLA…. balik lagi deh ke tempat yang setia mendengar ocehan saya yang ngalor-ngidul. Hm…. Kangen juga lama nggak ngetik. Hampir setengah tahun pula :’). Ditambah, trip ini udah berbulan-bulan lalu, tapi kagak ada sempet-sempetnya ngeblognya. Fuh,, ahsudahlah. Mengenaskan sekali blog ini, maafkanlah. Ga lama-lama berkata pengantar, ayoh mulai bercerita ;)!!

Tentang perjalanan lagi ^_^
Jumat, Sabtu, Minggu libur, eh ditambah Seninnya merah, kemana ya? Pulang kampung? Errr… bentaran lagi kan pemilu, masak mau bolak-balik. “Ke Jogja yuh Her”, celetuk Nia teman kos  saya yang paling imumut :P. “JOGJA? Wahh.. tapi tidurnya dimana Ni?” #mikir
”Tidur rumah budheku aja”, seperti kembang api tahun baru yang pecah mencar kemana-mana. “Beneran Tin?” saya coba mastiin biar nggak kecewa lagi. “Iya, her. Gimana? Mau nggak?”. Saya si mau-mau pasti, hehehe. “Ayuuhh Tin”. “Oke fix kita berangkat Jumat habis Jumatan yaaa”. YES, JOGJA WE ARE COMING!!

Hari Jumat datanggg. Oke nak, mari angkat ranselmu! Yeyyy. Semarang-Solo naik Taruna Rp 15.000. kami berangkat bertiga, saya ditemeni Nia dan Tina. Ohya, kami ke Jogjanya via Solo. Jadi Semarang-Solo, Solo-Klaten, Klaten-Jogja. Perjalanan Semarang-Solo lumanyan jugak, sekitar 3jam-an lebih. Ya… 4jam lah, dibulatin aja. Kami berangkat jam 2 siangan, nunggu orag pulang jumatan sambil nungguin Tina ngurus PKMnya.  Wushhhh, sekitar jam setengah lima-an sore kami sampai di pertigaan dari terminal Kartasura soalnya di terminalnya udah ga ada kendaraan yang ngebawa ke Jogja. Udah turun, sekarang nyegat bis yang ada tulisannya Solo-Jogja.

Catetan, jangan lupa yah, harus diinget-inget. Kalo sampe di pertigaan setelahnya Kartsura kesorean, itu ada calo yang nawarin taksi dan dia bakalan ngehalangi bis yang mau berhenti di pertigaan. Saran ane sih, jangan deh. Ngerogoh saku banget kalo dibandingin sama naik bis umum.
Bingung juga ga ada bis, mmm…. Jalan dikit dulu. Nemu pasar, masuk aja nyari musholla. Sholat dulu, biar bisa mikir. Setelah sholatnya udah, balik lagi ke jalan raya. Wiiwww, ada bis Solo-Jogja yang mau behenti kok, yeah.  Ke rumah budhenya Tina empat rebu ajah. Tapi penuhhhhhh men -_- #gapapalah.

Singkat cerita, udah turun di Klaten, di rumah budhenya Tina. Yuhh mandi, sholat, makan, tidur. Hmm cakep. Sabtunyaa, subuh-subuh udah bangun. Sholat, dandan, mulai mangkat ke Jogjah tercintah. Dari rumah budhenya Tina lanjut naik bis ke Jogja lagi. Gak terlalu mahal,  Rp 4.000,- saja per orang, turun di Prambanan. Ntar ke Jogjanya naik TransJogja.
                              
Ayolah, Prambanan dulu
“Udah di Prambanan nih, gak mampir sekalian?” tanya Tina. Umm gimana yak? Bener juga deh, kan udah terlanjur :P. Tiket masuknya Rp 30.000,- per orang Indonesia dewasa, ntar kalo anak-anak Indonesia atau WNA udah beda lagi neng.

Welcome di Candi Prambanan guysss. Sebelum masuk ke daerah candi, pakai batik dulu nihh. Kata mas-masnya, ini biar jadi ciri khas nya Indonesia. Batiknya cuma satu ukuran ya mentemen, jadi gak ngikutin ukuran badan kalian.

Jepret-jepret

Karena di Prambanan ini kita bisa ngetrip langsung ke candi-candi lain dan terkadang daripada kecapekan jalan naik turun batu-batu, ini nih disediain kereta unyu gitu :D Rp 7.500,- buat WNI.
Eh, ampir klupaan. Di Prambanan ada museum GRATIS-nya juga loh. Dalemnya juga rapih, ada gamelan, lukisan, miniaturnya Prambanan dan sekitaran Jogja, and soon layaknya museum pada umumnya.
Udah panas bingit, capcus lagi deh. Namanya juga “jalan-jalan”, yah emang harus sabar kepanasan. Bakalan beda lagi perasaannya kalo udah nyampe Halte TJ. 

Udah bayar Rp 3.000 , dan udah berada di dalemnya terus wusssssssssss beranngkat ke Jogja :D. Ni mentemen saya, yang kerudung ijo namanya Nia, lah yang imut-imut itu namanya Tina.
Karena ngidam kepingin ukur ketinggian bareng Tugu Jogja, yah ga ada salahnya say hello dulu ama tugu yang menjadi ikon dari kota yang terkenal dengan bakpia patoknya ini. Abis entu, jalan-jalan men, heyaaaa :D.


MALIOBORO
Katanyaa, kalo ke Jogja nggak ke Malioboro itu rasanya kayak beli bakso tanpa mie, tanpa kuah, dan tanpa saos kecap. Duhdek, ada-ada saja -__- Tapi beda lagi kata Wiki, Malioboro is a major shopping street in Yogyakarta. Apa aja ada di sana, mulai dari beraneka macam sandal, tas, gelang, baju, celana, atribut ke-Jawen, wes pokoke komplit lah. Aku bingung nyebutke siji-siji. Ehehehe .

BENTENG VREDERBURG
Gerimis tidak pernah salah turun, karena terkadang ia sedang ingin menemani perjalananmu. Iya, karena hujan pula yang turut mengisi ceritamu. Sore itu, setelah jalan-jalan dari Malioboro, kami bertiga, eh berempat sama temennya Nia (Joko) yang menyusul kami sebelumm kami menuju Malioboro bebarengan ke Benteng Vredeburg. Hm… seperti namanya yang sulit diucapkan, saya juga sulit menuliskan perasaan apa yang saat itu saya rasakan saking senengnya. Setelah foto-foto sedikit di depan, kami masuk ke area benteng. Tiketnya cuman eh maksudnya hanya  tiga ribu rupiah saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Kami berempat masuk dan berkeliling sebentar sebelum akhirnya hujan turun sangat deras sehingga mengharuskan kami meneduh dan menghentikan aktivitas berkeliling.

Dari informasi yang saya dapatkan di media searching  andalan, berdirinya Vredeburg berkaitan erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu. Sebenarnya pembangunan benteng ini merupakan usulan dari Belanda yang dalam sejarah disebutkan bahwa benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga atas kontrak politik (Perjanjian Giyanti) yang telah dilahirkan.



Nah… setelah dari benteng inilah kami berpisah. Nia kembali ke Purbalingga (mudik) dengan diantar Joko ke terminal, sedangkan saya dan Tina kembali ke rumah saudaranya Tina untuk menginap karena cuaca tidak mendukung untuk melakukan perjalanan pulang. Baru besoknya saya dan Tina harus menyudahi jalan-jalan men kami dan pulang ke Semarang.

Timakasih Allah.
Trimakasih Tina, Nia dan Joko.
Timakasih keluarga-nya Tina yang sudah banyak saya repotkan dan berkenan menerima saya apa adanya untuk merasakan keluarga baru yang lain.
Dan selalu, Trimakasih untuk perjalananku dan untuk Jogja-ku ;).
Semoga ada next time untuk kita bertemu lagi. Aamiin.

Kamis, 05 Maret 2015

Raga!

Hari ibu, beberapa bulan lalu, aku mengenalnya. Aku memanggilnya Raga. Aku tidak pernah tahu bagaimana Tuhan merencanakan ini, tetapi aku mengerti benar seperti apa doa-doaku selama ini. Dan seperti pasangan-pasangan yang lain kami mencoba merangkai kenangan. Tanpa rikuh, basa-basi, keromantisan seperti di novel-novel, dan tanpa status. Kerena katamu tidak ingin mempunyai ‘’status itu’’. Aku pergi, tapi katamu lebih baik untuk tetap berteman tetapi lebih dekat. Entahlah, aku sendiri terkadang bimbang mengartikannya. Kami menjalaninya seperti matahari menyinari bumi, bulan memberikan senyum setiap malam. Berjalan semestinya, sewajarnya. Tetapi tak mengelak ketika matahari mulai tertutup mendung, bulan menyelinap di balik awan. Kisah kami juga tidak jarang mengalami masalah. “Maaf”, katanya ketika kami sedang tak sama pendapat atau ada sempilan cemburu (mungkin).

Bercerita atau sekedar sharing membuat keakraban kami sedikit meningkat.”Harus saling mengerti”, katanya jika aku mulai seperti anak ABG yang baru mengenal yang namanya hubungan. Aku mengaguminya. Dari caranya mencintai keluarganya, kerja kerasnya, semangatnya, namun tidak dengan rasa pedulinya padaku. Tapi aku tahu itu. Benar-benar mengerti. Karena aku memang bukan siapa-siapanya. Sungguh, terkadang aku juga tak paham dengan perubahannya yang tiba-tiba. Terkadang cuek, dan terkadang pula aku merasa seperti dia tak ingin mengakhiri kisah kami. Ah Raga…. Kau selalu membuatku bingung.

Pagi ini pesan singkatmu kuterima, Raga. Kau menjelaskan tentang ‘’rencana tanggal 6-7 itu’’. Bukannya aku marah, dengan mengetahui rencanamu itu aku tahu sesuatu. Memang sepertinya kau tak ingin aku turut serta denganmu. Sebenarnya sempat terlintas ingin menanyakan alasanmu, tapi aku pikir kau ingin aku menyadarinya sendiri. Iya Raga, kamu ingin mempejelas cerita kita. Aku paham kau ingin aku tahu bahwa aku hanya perempuan yang kau ajak melihat sedikit kehidupanmu. Sebatas itu saja.

Tidak tahu alibi atau bagaimana, dia sering sekali meminta maaf dan mengalihkan masalah. Lalu kemudian akan membahas yang lain seperti sedang dalam suasana netral-netral saja. Benar atau salah, dia juga sering mengatakan lebih nyaman dan senang jika bersama dengan ‘teman-temannya’. Entah teman-teman yang mana yang dia maksud. Apakah aku termasuk? Atau itu merupakan sindirannya supaya aku memberi jarak darinya. Tak ketinggalan dia juga kerap mengatakan bahwa dia tidak tahu nyaris tidak sadar atas apa yang baru saja dilakukannya. Katanya “Aku sendiri juga nggak ngerti dengan apa yang aku lakukan”. Oh Tuhan, kenapa laki-laki ini membuat teorinya sendiri.

Bagaimanapun, aku perempuan biasa Raga. Tolong berikan teori yang sewajarnya juga. Tidak kupungkiri, setelah kehadiranmu ada salah satu sisi dari hidupku yang terisi. Ada sepi yang mulai berkurang. Ada waktu dimana aku geleng-geleng kegirangan saat menemukan namamu muncul di ponselku yang berbunyi. Dan entah, semuanya serasa berbeda setelah pagi tadi.

Awalnya aku berpikir ini merupakan masalah baru lagi Raga. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa kau adalah Raga yang kukenal dulu. Kau akan kembali membuat keadaan baik-baik saja. Ah… Raga, tolong berikan aku kejelasan. Sampai sore inipun tak kunjung engkau memberikan tanda-tanda perbaikan hubungan. Engkau seperti tak mempedulikanku malah. Aku harus bagaimana Raga?


Apa secepat ini aku harus mengucapkan terimakasih? Seperti dalam film-film, ketika berterimakasih dan maaf menjadi sebuah akhir dari hubungan. Lalu, hubungan apa yang aku maksud ini Raga? Aku juga tak mengerti. Sungguh, ini (sepertinya) akan membuat penat baru lagi dan lagi.---

Minggu, 28 September 2014

Manusia, maklumilah

Menghilang dan seperti lenyap. Itu kebiasaanku. Tanpa kabar dan tak mau dikabari, itu yang kuinginkan. Ini sedikit arti dari 'kelemahan' ku.

Dan aku bukan mereka, tak pernah menjadi mereka dan tak akan mau jadi mereka.
Terkadang  aku berpikir, hanya sesaat. Mengapa aku sulit mempertahankan semangatku. Katanya pengin punya tulisan berkualitas? Eh... kapan nulisnya? Males-malesan gitu...
Lama sekali tak mengutak atik blog. Hanya beberapa waktu, cuman ngeliat. Terus tutup blog. Payah!

Sebenarnya ingin sekali, aktif menulis terus-terusan. Meningkatkan kualitas tulisan dan opini. Tapi apalah. Energi malas, jari yang manja diajak berlama-lama di atas keyboard, mata yang gampang lelah dan inspirasi yang tak kunjung bersedia ditulis. Hmmm... manusia. #maklum
Sedikit gaya, sekarang juga lebih sering mager. hehehe

Oleh karenanya... ayolah semangat!! Hahaha, nyemangatin diri sendiri . Gapapalah :-D  (#ngomongapasih)

Jumat, 25 Juli 2014

Untukmu, Yang Teramat Kurindukan


Jumat, 25 Juli 2014
Teringat senyum sumringahnya,
Teringat candanya yang menggelikan,
Dan selalu teringat ketegarannya.

Dua kali hari bahagia yang seharusnya kami rayakan bersama, bercerita dan mendengarkan baris-baris harapan yang diinginkannya.
Aku masih mencari waktu yang tepat, melihat situasi yang pas untuk aku mengungkapkan apa yang ingin aku doakan untuknya.
Aku menunggu keajaiban-Nya,
Aku selalu menanti kesempatan yang aku pikir akan dikabulkan-Nya suatu hari nanti,
Entah kapan,
Entah bagaimana.

Aku sungguh merindukannya,
Aku ingin sekali melihatnya,
Berlari mendekapnya, amat erat.
Aku ingin menciumnya,
Dan aku ingin memohon padanya agar tak pergi lagi, tak meninggalkan kami lagi.

Aka kumohonkan pada-Nya,
Memohon terang dan tenang untuknya,
Memintakan segenap bahagia untuknya,
Dan sekali lagi aku ingin menahannya agar tetap disampingku, bersamaku dan mendengar semua ceritaku seperti sedia kala.

Tahukah engkau?
Dada ini terasa sesak ketika mengingatmu telah tiada,
Dan sungguh menyakitkan ketika sadar bahwa aku tak mampu berbuat apa-apa selain berdoa dan merindukanmu.
 Tahukah engkau?
Sampai sekarang dan kapanpun memori tentangmu masih sangat lengkap untuk aku ceritakan,
Bahkan aku masih ingat sekali bagaimana suara hangatmu, caramu tertawa dan caramu mengajariku untuk menjadi perempuan kuat.
Tahukah engkau?
Aku hanya mampu tediam dan menangis ketika mengingat kalimat terakhir ketika kita bertemu,
Orang yang peling dicintainya adalah aku anak pertamamu. Engkau mencintaiku melebihi ibuk dan adik-adik. Subhanallah, betapa beruntungnya aku ini.
Tahukah engkau?
Aku benar-benar menyesal karena belum sempat membahagiakanmu,
Belum sempat mewujudkan mimpimu,
Belum sempat mengajakmu menghabiskan waktu bersama, hanya berdua, di tempat yang kau tahu sangat aku impikan.
Belum sempat membagi cerita hidupku di tanah rantauan.
Dan belum sempat memberitahumu begitu berartinya engkau untukku.
Tahukah engkau?
Di hari yang seharusnya kita bisa tertawa bersama,
Aku sendirian masih menunggu di kamarmu,
Menunggumu dan mengharap engkau yang tanpa sepegetahuanku akan mendekap dan menciumku dari belakang.
Tahukah engkau?
Hari ini adalah hari bahagiamu, Bapak.
Bapak nomor satu yang takkan pernah tergantikan.
Selamat Ulang Tahun.
Aku selalu mencintaimu, selalu merindukanmu dan akan selalu menunggu waktu yang akan mempertemukan kita kembali.






Minggu, 20 April 2014

Terimakasih Allah atas nikmat yang tiada tara ini



Malam yang cantik, terimakasih karena enkgau masih setia memberikan sandaran untukku,
Dan untuk mimpi-mimpi besarku tetaplah terjaga demi mereka yang mencintaiku.
Teruntukmu yang terkasih.
Merasa sedih ketika aku sedih, ikut senang ketika aku senang dan menguatkan ketika aku rapuh.
Setiap tetes keringat yang dikeluarkannya, tak satupun dihiraukan,
Lelah dan beban yang dipikulnya, tak sekalipun dibagi untukku ataupun yang lain.
Perih bahkan sakit yang dirasakannya, sungguh sering diatasi dengan senyum sumringah.
Dan setiap cobaan yang dialami, tak pernah sedikitpun dikeluhkan.
Lagi-lagi rona keceriaan yang dipamerkan,
Cerita-cerita menggelikan, antusiasme, motivasi dan harapan-harapan indah yang dilukiskan untuk kami.
Aku mengerti, mengerti sekali tentang cita-citanya,
Tentang hidup yang diharapkannya kelak,
Tentang kebersamaan yang selalu menjadi doanya,
Dan yang pasti, tentang cinta yang diberikannya tanpa pamrih.
Oh … Allah, semoga segala berkah-Mu senantiasa menyertainya,
Semoga cinta kasih-Mu selalu melindunginya,
Dan semoga jiwa raga ini tetap dipersatukan dengannya,
Selamanya.
Aku mencintainya. Sangat.
Sungguh, berikanlah kesempatan untuk diri ini berbakti,
Berilah waktu untuk kami mewujudkan semua cita yang selalu dimohonkan pada-Mu,
Kabulkanlah permintaan kami untuk tetap menjaganya, disampingnya, dan memeluknya erat.
IBU….
 Aku dan kami semua bersamamu, mendekapmu dan selalu mencintaimu. I love you more.
Happy Kartini’s Day

Jumat, 18 April 2014

Malam menjelang Dini Hari



Saya mengaguminya, sangat. Entah dari mana asalnya rasa kagum ini, sehingga kini semakin dalam berada dalam kotak mimpi saya. Dia ingin saya tetap menyimpannya baik-baik. Benar begitukah? Atau ini hanya dugaan seorang pengagum kemarin sore yang ingin menggapai bintang padahal ia tahu benar seberapa tingginya untuk sekedar menunjuk bintang yang dimaksud.
Ya, aku mengagumi ‘orang besar’. Orang besar versi saya tentunya, tapi juga tidak menutup banyak kemungkinan bukan saya saja yang terkungkung dalam rasa kagum ini. Oke, saya tidak mengenalnya, melihatnya secara langsung saja tidak pernah, begitu pula sebaliknya.
Lalu, tahukah mereka yang sering menenertawai bahwa saya tidak ngawur. Saya serius ingin bertemu dengannya. Sangat ingin. Bertemu langsung, melihat betapa jeniusnya dia, menatap setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, focus setiap kali ia menyunggingkan senyum di sudut bibirnya yang mampu membakar pesimisme siapa saja yang melihatnya.
Oh.. Alloh, izinkan suatu hari nanti saya bercerita kepada anak-anak saya betapa dimasa muda saya, ketika menjadi mahasiswa saya bertemu dengan sosok yang luar biasa ini. Dialah yang membangunkan saya dari setumpuk rasa malas dan meminggirkan mimpi besar saya, dia yang membuat saya sering bercermin untuk lebih sadar akan siapa diri saya ini dan membuat saya sering tersentak ketika dia megingatkan sudahkah ada yang  saya berikan untuk negeri ini.

Malam dini hari,

Sampaikanlah sedikit salam ini untuknya.

Untuknya yang berada jauh di sana.

Katakan juga padanya, saya tetap yakin suatu saat nanti saya akan bebicara dan melihatnya langsung.



Malam dini hari,

Berikan kesempatan untuk saya dapat mendengar seruan ‘Hidup Mahasiswa’ darinya.



Malam dini hari,

Izinkan saya untuk merindukannya.

Merindukan semangatnya, keyakinannya dan semua tentangnya.

Senin, 03 Maret 2014

Malang dan Kantong Paspas-an

Bangun tidur sarapan, nyapu, nonton TV, mandi, gangguin adek. Duh, itu-itu saja yang saya lakukan setiap hari di rumah. Katanya liburan? Mana sisi hiburannya?
 Ya, sejujurnya dengan berkumpul dengan keluarga saja adalah kebahagiaan yang luar biasa yang bisa saya nikmati. Tertawa, makan, nonton tv, tidur semuanya jika berada di tengah-tengah mereka adalah kenikmatan yang tiada tara. Namun terkadang memang pikiran itu membutuhkan suasana baru. Saya cukup bingung mengatasi ini, karena tidak dapat dipungkiri jika hanya itu-itu saja jadwal saya di rumah, ya… bosan. Belum lagi jika ibu kerja, adek-adek sekolah, sepi sekali rasanya.

Lirik kantong sebentar, waaaaa …ternyata memang benar-benar kurang mendukung. Alhamdulillah seratus ribu rupiah ada. Baiklah, saya buka menu “Pesan” dan mengirim SMS ke teman saya yang ada di Malang. Awalnya sih niat survey dulu mana tempat yang agak keren di Malang yang gak harus ngeluarin duit banyak. Cap-cip-cup ngobrol kesono kemari dannnnnnnnn…. DEAL!! Oke, aku berangkat taggal 11 Februari, naik bis.

Udah salim ibuk, dan cus berangkat. Menurut info, dari Kediri saya bisa naik bis Puspa Indah langsung ke Malang (turun di terminal Landungsari-terminal penurunan terakhir) atau naik Bus Kawan Kita jurusan Blitar (turun terminal Blitar), kemudian oper bis Bagong soalnya rumah temen saya itu daerah Gondanglegi, jadi entar turun di Gadang (Puspa Indah plus angkot) atau Kepanjen (Kawan Kita-Bagong) terus dijemput sama temen saya.

Hmmm, kayaknya ini bakalan jadi trip pertama saya sendirian nih. Saya udah mutusin buat ke Malang naik Kawan Kita sekalian kepengen main ke Blitar. Eh, giliran udah naik ternyata bisnya kagak bersahabat dan saya diturunin di perempatan deketnya terminal. Beuh, bete bet  rasanya-___-  Terus saya harus gimance?  Ayoh, kejar bis Puspa Indah yang mau keluar dari terminal. Okelah, gak papa lari-lari ngejar bis itung-itung ngebakar lemak yang numpuk di badan. Lega juga setelah berhasil duduk manis di dalam bis yang berisi 4 orang-an. Saya naik Puspa Indah yang dari terminal, ongkosnya Rp 21.000,- langsung sampe Malang. Kurang lebih 4 jam an lah dari Kediri ke Malang, jadi bisa pulas juga tidurnya. Udah sampai Malang, saya pikir-pikir ulang buat turun di Landungsari. Soalnya ntar angkotnya juga balik lagi ngelewatin jalan yang saya lewati pake bis. Karena saran dari teman setempat duduk sama saya ini juga, akhirnya saya mantap turun di SPBU disekitar UNMUH terus naik angkot LDG langsung turun Gadang. Ongkosnya sih sama aja kayak angkot pada umumnya, Rp  4.000,-. Sesampainye di Gadang, temen saya yang namanya Aisyah sudah stand by nungguin saya. Thank’s ya, blek ! :-P

PERTAMA-TAMA
Jangan dibayangin hari pertama langsung cas-cis-cus sana sini. Hari pertama lebih afdol kalo maen dulu sebentar kerumah temen saya yang satunya si Faiz, pacarnya Aisyah. Yep, mereka 2 sejoli dari Malang yang kuliah di UNNES-Semarang bareng sama saya satu rombel. Namanya perut emang kagak bisa dikibulin, rasa lapernya sampe kedengeran sama ibunya si Faiz. Dan…. diluncurkanlah rujak cingur, salah satu makanan khas ampuh Jawa Timur. Udah rujak, eh masih ada pisang goreng ama teh. Duh… ibuknya Faiz benar-benar memahami perut saya. Hehehe. Dasar anak jaman sekarang HMP (Habis Makan Pulang), setelah ngobrol-ngobrol dikit sama ibuk dan bapaknya Faiz, saya dan Aisyah pamit pulang. Pulang ke rumah Aisyah, takut kesorean.
Wusssssssssssssssh, sampe deh di rumah Aisyah. Hal pertama yang saya lakuin adalah, salim dan peluk ibunya Aisyah. Nggak tau kenapa rasanya kaya sama ibuk sendiri. Mungkin karna sama-sama gendut kali. Eh, hehehehe bercanda yah blek :D. Udah gitu, ibunya Aisyah langsung nyiapin nasi dan lele goreng lengkap dengan sambel sama lalapannya daun kemangi. Subhanallah, enaknya. Gurihhh bingit. Trimakasih ya buk :)

KEDUA-DUA
Hari kedua, tapi hari pertama mulai ngetrip. Mm… tempat tujuan pertama adalah stadion Kanjuruhan, markasnya Singo Edan (julukan Arema Indonesia). Luas, dikeliingi taman, dan beberapa PKL ada disana.




Kayanya juga belon lengkap kalo nggak beli apa-apa, yah… apa boleh buat udah jauh-jauh dari Kediri nggak ada salahnya kalo nyomot satu kaos Arema seharga Rp 48.000,- tentunya dengan nego-nego an dulu sama bapaknya yang pelit buwingit :D. Kami tidak terlalu lama di stadion karena udara panas sekali, ntar bisa-bisa ane kaya jemuran seminggu gak diangkat, kusut hahaha.
Next, abis ntu Aisyah ngebawa ane ke tempat yang “lumayan” jauhnya sampe hampir gabisa lepas nih pantat sama motor. Tujuan berikutnya Masjid Sanan, kata Aisyah. Padahal sebenernya ada nama aslinya, cuman saya juga lupa :-P, dan jangan khawatir bagi kamu yang takut kekurangan ongkos. Disana FREE, TANPA DIPUNGUT BIAYA SEPESER PUN. Tapi mungkin awalnya kalian kaget karena gerbang pintu masuknya ada tempat “ngarcisnya”, tenang aja itu cuman sebagai tanda “kulo nuwun” kata bapaknya. Kalian tinggal isiin nama dan asal. After that, you can take own line but definite. Remember, you are the new guest!
 
Masjid ini lebih populer sebagai tempat rekreasi daripada sebagai tempat ibadah. Bangunannya terdiri dari batuan keramik dengan desain seperti goa. Masjid ini mempunyai 10 lantai yang mana di lantai atas terdapat pusat perbelanjaan segala macam barang khas maupun bukan khas nya Malang. Untuk masalah harga, relatif sama dengan di pusat oleh-oleh pada umumnya. Hampir disetiap lantainya memiliki mushola yang digunakan untuk beribadah. Mungkin sedikit membingungkan, ada mushola di dalam masjid?. Jadi, ketika kita masuk ke masjid ini kita seperti masuk kedalam sebuah goa yang disetiap belokannya terdapat tangga untuk menuju ke lantai atas. Selain itu. Disetiap lantai memiliki sentra nya masing-masing. Ada yang kios, kolam ikan, kantin, tempat foto, dan masih banyak lagi termasuk parkirnya juga luas. Dan di beberapa lantai itu pula ada mushola untuk ibadah. Jangan khawatir juga, bahwa disana sudah ada petunjuk untuk naik maupun turun. Tetapi walaupun demikian, tidak ada salahnya pergi bersama-sama, tidak sendirian. So, kalo elu nyasar ada temennya :-D. hihihihihi.
Em…, kami gak terlalu lama sih disana soalnya juga antisipasi kalo kemaleman nyampe rumahnya coz jarak masjid ke rumah Aisyah ntu 2-3jam an lah. Karena kami parkirnya di luar masjid, ya otomatis kudu bayar. Standar kok, cuma dua rebu rupiah aja. Dan saking panasnya, gak tahan kalo gak mapir nyegerin tenggorokan.
Cussssssssshhhhhh


  



















KETIGA-TIGA
Hari berikutnya mennnn…. .
Gak muluk-muluk buat hari selanjutnya, Kamis 13 Februai 2014. Seharian di rumah, tapi sorenya teman saya yang cantik nan baik hati ini membawa saya ketempat pemandian yang pastinya GRATIS TIS TIS TIS.
Sumber Taman namanya. Tempatnya teduh banget, dengan dikelilingi pohon beringin yang gedhe. Maklum sih, lokasinya emang desa banget jadi udaranya juga dingin, men. Brrrr.

Sepulangnya dari sono, mampir deh ke rumah keluarganya Aisyah yang ada beginiannya nihhh….

Cakep kan…., bunganya maksyutnya :-P.

KEEMPAT-EMPAT
Hari penutupan di Malang. Kan ane juga punya rumah dan kayaknya kangen keluarga itu nomer one dah pokoknya jadi udah gabisa ditawar lagi kalo besoknya harus pulang.


So cool nih gan, ane sama temen-temen ane si Aisyah n Faiz. Ini namanya Tugu lilin, kata Faiz. Ikon nya Malang yang kebetulan berada tepat di depan Kantor Balaikota Malang. Mm… masalah bayar membayar kagak usah khawatir lagi. Udah jelas GRATIS BANGETTTTTT. Cuman bayar ongkos parkIr doang DUA REBU RUPIAH buat ngejaga motor agan-agan ntu. Sepulang dari Tugu Lilin, kami mampir ke UM dulu ngejemput embaknya Faiz, duh sayangnya ga sempet foto bareng. Berhubung di perjalanan perut udah kagak bisa diajak damai, yahh… time to dinner!!
Makan di tempat yang menurutku keren sih, di daerah belakangnya pasar besar Malang. Modelnya setipe ama Toko Oen, tempatnya gaya jaman dulu. Selain itu juga ada foto-foto Malang tempo doeloe nya juga sama kaligrafi gitu. Penjualnya udah bapak-bapak banget, yahhh sekitar 60an ke atas deh menurut kacamata ane.
Menunya yang terkenal penyet ayam laos. Hap, pesen penyet ayam laos, ayamnya digoreng, laosnya diparut, sama tempenya satu, sambel pedes, lalapan, dan minumnya es teh. LIMA BELAS REBU masih dapat kembalian
 
Ehhh, ada yang hampir lupa. Siangnya ane diajakin Aisyah nguliner dikit di pasar Gondanglegi. Ini nih, cuman tiga rebu lima ratus rupiah, Maknyussss


Eeees puter campur-campur namanya. Kata siapa? Kata gueh ehehehehe :D .ya nggak tau sih apa namanya yang bener, yang jelas ane nyebutnya gitu. Simple.
Err…pulangnya ane naik kereta men, cuman Rp 5.500,-. Kereta dateng jan 9 di Stasiun Kepanjen. Hap...hap...,enough dulu deh, ntar nunggu trip-trip saya selanjutnya yahhh :D
Bubyeee… .